Selasa, 26 Januari 2010

Jawaban: 25 Kesalahpahaman terhadap Jemaat Ahmadiyah [BAGIAN 4]

1.21.: Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. ingin menikah dengan janda orang lain.

Kabar gaib Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., Masih Mau'ud a.s maksud yang sesungguhnya bukanlah menikah. Akan tetapi adalah kebinasaan Ahmad Beg dan Sultan Muhammad seperti beliau a.s. sendiri menulis: tujuan sesungguhnya dari kabar gaib ini adalah kebinasaan keduanya itu. Dan menikahnya perempuan ini (Muhammadi Begum) dengan saya adalah sesudah kematian mereka. Dan itupun hanya bertujuan untuk lebih membuka mata tentang kecemerlangan tanda itu, bukannya sebagai tujuan yang sesungguhnya (anjame atham hal.216). Jadi latar belakangnya adalah karena keluarga ini telah tenggelam dalam perbuatan tidak beragama dan tak bertuhan serta menghina agama (Ainah Kamalate Islam hal.566-568). Pendek kata kabar gaib Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Berisikan

  1. Mirza Ahmad Beg akan menikahkan anak perempuannya dengan orang lain
  2. Sesudah menikah, kalau tidak bertaubat maka dalam 3 tahun Mirza Ahmad dan menantunya akan mati.akibatnya anak perempuannya akan menjadi janda baru sesudah itu dapat menikah dengan saya. (Selebaran 30 Februari 1886).
  3. Salah satu dari 2 lelaki yang tidak bertaubat akan mati.
  4. Yang satu lagi akan bertaubat dan karena bertaubat ia akan selamat.
  5. Karena suaminya bertaubat, maka Muhammadi Begum tidak jadi janda maka nikah dengan Masih Mau'ud tidak terjadi (memang bukan tujuan sebenarnya, tujuan sebenarnya keluarga itu sudah bertaubat dengan azab kematian satu orang).
  6. Nikah tidak terjadi karena syarat menjadi janda tidak sempurna, akibat taubatnya suaminya.
Sesuai dengan kabar gaib itu maka sempurnanya secara huruf ke huruf adalah sebagai berikut :

  1. Mirza Ahmad Beg menikahkan Muhammadi Begum dengan Mirza Sultan Muhammad pada 7 April 1892 .
  2. Karena Ahmad Beg tidak bertaubat, azab turun dengan kematiannya pada tanggal 30 Desember 1892, 5 bulan 24 hari setelah menikahkan anaknya.
  3. Sesudah itu Sultan Muhammad telah taubat dan ia selamat (tujuan kabar gaib sempurna).
  4. Karena Muhammadi Begum tidak menjadi janda karena suaminya telah bertaubat.
  5. Akibat itu pernikahan dengan Hadhrat Masih Mau'ud tidak terjadi sebab Sultan Muhammad telah taubat dan dia tidak mati.
  6. Orang-orang akan selalu membuat keberatan-keberatan dan kritikan-kritikan, sempurna pula wahyu yang berbunyi " Yang bersisa darinya hanya anjing-anjing yang menggonggong"

1.22: Ahmadiyah mengingkari Khataman Nabiyyin.

Ahmadiyah tidak mengingkari Khataman Nabiyyin. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda sebagai berikut:

"…Aku percaya sepenuhnya kepada ayat 'Walakin rasuulullahi wa khaatamannabiyyiin'. Dalam ayat itu, tersimpan satu nubuwatan yang tidak diketahui/dipahami oleh orang-orang yang memusuhiku. Allah swt. berfirman dalam ayat itu bahwa sesudah Yang Mulia Muhammad saw., maka pintu-pintu Kenabian sudah ditutup sampai Hari Kiamat. Sekarang sudah tidak mungkin lagi ada seorang Hindu, Yahudi atau Kristen, atau orang Islam yang ikut-ikutan, dapat menggunakan Nabi kepada dirinya, semua pintu Kenabian sudah ditutup, kecuali satu yaitu, pintu perjalanan shiddiqiyyat, yang dinamakan juga fanafirrasuul. Barangsiapa yang datang kepada Allah swt. melalui pintu itu, akan dianugerahi pakaian Kenabian secara zilli (bayangan), yaitu pakaian Kenabian Muhammad saw.. Oleh sebab itu, kedudukannya sebagai Nabi tidak sewajarnya kita tolak karena Kenabiannya itu bukan dari dirinya sendiri, tapi diambilnya dari mata air Nabi Muhammad saw., dan bukan juga untuk dirinya sendiri tapi semata-mata untuk kemuliaan dan kejayaan Nabi Muhammad saw..." (Eek Ghalatii Kaa Izaalah)

Jadi jelas hanya pengertian Khataman Nabiyyin dalam Jemaat Ahmadiyah memang berbeda dengan Khataman Nabiyyin seperti yang dipercayai oleh orang-orang Islam umumnya. Pembahsan yang lebih lanjut tentang asbabunnuzul ayat khataman nabiyyin, artinya secara loghat, pemakainnya di dalam Qur'an dan Hadits merupakan pembahasan yang panjang, untuk itu dapat melihat buku-buku Jemaat Ahmadiyah tentang Khataman Nabiyyin. 1.23:. Ahmadiyah mengatakan kafir kepada bukan Ahmadiyah. Ahmadiyah atau Pendiri Ahmadiyah tidak pernah mengatakan kafir bukan Islam kepada orang-orang Islam yang seagama. Istilah yang selalu Ahmadiyah pakai adalah:

  1. Ahmadi, artinya orang Ahmadiyah.
  2. Ghair Ahmadi, artinya bukan Ahmadi, tapi orang Islam.
  3. Ghair Muslim, yaitu bukan Muslim untuk orang yang bukan Islam.

Tapi, kalau ada pendiri Jemaat Ahmadiyah mengatakan kafir kepada orang yang tidak mempercayai beliau, itu sama dengan beliau sendiri selalu mengatakan kepada pengikut beliau keluar dari Jemaat. Seperti beliau bersabda, " Siapa yang tidak mewajibkan atas dirinya untuk mendirikan shalat lima waktu, maka ia bukan dari Jemaatku. Barangsiapa yang tidak tetap memanjatkan doa dan mengenang Allah swt. Dengan rendah hati, maka ia bukan dari Jemaatku. Barangsiapa yang tidak melepaskan teman nakal yang memberi pengaruh tidak baik kepadanya, maka ia bukan dari Jemaatku. Barang siapa yang mengasingkan tetangganya dari menerima kebaikan yang sekecil-kecilnya, ia bukan dari Jemaatku. (Bahtera Nuh) Jelas artinya di sini bahwa pengikut beliau yang seperti itu, keimanannya tidak sempurna walaupun tetap dalam Jemaat Ahmadiyah. Demikian jugalah halnya bagi orang yang tidak mempercayai dan tidak beriman kepada beliau, kadang-kadang disebut kafir. Artinya adalah, termasuk orang-orang yang mengingkari beliau dan imannya tidak sempurna, walaupun tetap dalam agama Islam. Bahkan, Hadhrat Rasulullah saw. juga bersabda, "Man tarakashalata faqadkafar. Artinya, siapa yang tidak shalat, maka ia kafir jadi, artinya di sini bukan keluar Islam tapi imannya tidak sempurna.

1.24.: Ahmadiyah difatwakan kafir oleh Konferensi Islam sedunia.

Kita mengetahui bahwa 1) fatwa tidak mengikat, 2) fatwa bukan Quran dan hadis, 3) fatwa seringkali salah, contohnya fatwa kepada Imam Husein r.a., Imam Malik bin Anas r.a. kepada Imam Hanafi, Imam Syafi'i dan Imam Bukhari. Kalau di Indonesia contohnya fatwa MUI seperti baru-baru ini tentang haram atau bukan haramnya uang bunga Bank, fatwa tentang pemimpin seorang perempuan. Contoh-contoh fatwa:
  1. Yang mengkafirkan Hadhrat Imam Husein r.a berbunyi: Bismillahirrahmanirrahiim"..., menurut saya sudah terbukti bahwa Husein bin Ali telah terkeluar dari agama Rasulullah s.a.w (Islam) oleh karena itu wajiblah ia dihukum mati. Tanda tangan Qadhi, SYURAIH Note: fatwa ini disertai stempel dan tanda tangan 100 orang Qadhi dan Mufthi (Jawahirul Kalam hal.88 cetakan 1462 H, Ilmi Tibris, Iran)
  2. Fatwa kepada Imam Malik bin Anas r.a akhirnya beliau disiksa dicambuk 70 kali di depan khalayak rami di Madinah hingg punggung beliau bermandikan darah, kemudian sesudah itu diarak keliling kota Madinah di atas punggung onta dalam keadaan bermandikan darah (Sirat Aimmah Arbiah oleh Mln. Syaid Rais Ahmad Jaffari hal. 293-294)
  3. Fatwa kepada Imam Syafi'i oleh ulama-ulama Irak dan Mesir hingga Hadhrat Imam Syafi'i dihina dianiaya dan dalam keadaan terbelenggu dibawa dari Yaman ke Bagdad untuk dipenjarakan. Sepanjang perjalanan ribuan orang mencaci-maki beliau dan meneriakkan kematian beliau dan beliau hanya menundukkan kepala (Kitab Harba'i Takfir hal. 23 cet. 2 April 1933).
  4. Fatwa kafir kepada Imam Abu Hanifah akhirnya belaiu disiksa dan dianiaya dengan sangat kejam sekali yang mengakibatkan kematian beliau. Di penjara beliau diracun dan ketika racun terasa, beliau bersujud hingga beliau wafat dalam keadaan bersujud. Akibat fatwa itu bahkan kuburan beliau digali dan di tempat yang sama dikuburkan anjing dan dijadikan wc umum nauzubillah (Kitab Najalissul Mukminin hal.381, Siratun Nukman Sibli hal.63, Tarikhul Khulafa hal. 141).
  5. Fatwa ulama-ulama Samarkand kepada Imam Bukhari r.a sebagai kafir dan tidak bertuhan akibatnya beliau dibuang negeri.

1.25.: Ahmadiyah mewajibkan bai'at kepada Khalifahnya.

Dalam hadis Rasulullah saw. bersabda :

"Faiza raaitumuhuu fabayyiuhu walauhabbwan alaa salji fainnahuu khalifatullahilmahdii"

Artinya : "Kalau kamu melihat Imam Mahdi maka kamu baiatlah kepadanya walaupun harus merangkak di gunung salju sekalipun karena Imam Mahdi itu Khalifah Allah".

Maka yang mewajibkan bai'at itu adalah Rasulullah saw. bukan Imam Mahdi atau orang-orang Ahmadiyah sendiri. Malah dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda pula kalau tidak bai'at kepada Imam zaman kita dianggap dalam kebodohan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar